“Montclair, di antara salju yang belum mencair”

Baiklah, pertama-tama aku ingin mengucapkan selamat datang dan terima kasih bagi yang sudah berkenan singgah di rumah baru ku *cipika cipiki*.
Pindah dari Rumah Diksi kesini sangat melelahkan, move on dari cerita selama lima tahun susahnya bukan kepalang. Banyak hal seru dalam kurun waktu itu dan sungguh sayang jika harus dilupakan begitu saja. Aku memilih untuk menyimpannya sebagai bagian dari lembaran perjalananku.
Hanya untuk dikenang, klise memang.
Gaya bercerita ku tidak akan banyak berubah, masih sama seperti dahulu. Di sini, akan tetap ada sosok ‘Kadek Doi’ yang berceloteh kurang ajar dan kadang tak masuk akal. Mungkin hanya akan ada perubahan pada beberapa konten tulisan terutama cerita tentang -kamu tahu siapa- *uhuk*
“Still the same girl, with the same name. Just a different mindset and a new game” ~anonymous
Di rumah baru ini aku berharap bisa berbagi keceriaan dengan versi yang berbeda, sebagai Perantau Galau dan meminjam istilah Ibu dokter -> Fractura Hepatica Survivor *tsaaah*
*nyebak goar goar*
Well, peraturan mutlaknya adalah : datang dan pergi dengan senyums!
Boleh sedih tapi jangan terlalu lama. Nikmati sajalah, men (mamen). Toh patah hati tak buruk-buruk amat. Aku sudah pernah mengalami patah rahang, itu jauh lebih menyiksa! Ga bisa ngomong ga bisa makan.
Tapi rasanya sebelas dua belas lah, sekarang juga ga bisa banyak ngomong dan ga enak makan.
Bedanya dulu ditemani dia, sekarang gara-gara dia. *krek! cukup! Hentikan!*
Pokoknya yang terpenting jangan sampai patah semangat!
*Oke! Serius!*
- Menulis Sebagai Sebuah Terapi
Sebagai anak rantau yang hidup jauh dari keluarga dan orang terdekat, ditemani cuaca dan matahari yang tak bersahabat, hidupku yang cukup berat (setidaknya bagiku) semakin karut marut saja. Walau sudah rutin Selasa-Jumat wajib lapor ke konseling kampus, tapi tetap saja uneg-uneg dalam hati minta ditemani. Kadang mau curcol sama pelajar Indonesia lainnya takut nambah beban *hehehe karena semuanya sedang berjuang di sini. Kalau curcol sama teman internasional atau warga lokal sih pasti ada, tapi kan…
berat juga kalau mau maki-maki harus buka google translate dulu biar tersambung dengan orang-orang barat.
Maka dari itu semoga rumah baru ini bisa menjadi tempat yang nikmat untuk curhat, transform to orang hebat!
*Amin*
Jadi, kali ini aku memberanikan diri untuk kembali menulis.
Kata Pram, “Di dunia ini hanya keberanian yang kita punya. Jika sudah tak punya itu lantas apa harga hidup kita ini?“
Aku ingin tetap hidup dan bercerita. Berbagi yang aku punya untuk ku sendiri di masa depan atau bisa juga untuk kalian yang mampir sebentar.
Tapi ya gitu… karena ini adalah blog perjuangan-progresif galau masif, mohon dimaklumi ya kakak-kakak semuanya, jika ada satu dua kata yang masih suka nyerempet atau nyalip dikit di tikungan. Namanya juga masa penyembuhan. Nanti kalau sudah sembuh pasti normal lagi kok. (Normal? maksudnya seperti biasanya? GALAU dong!)
*nangis di pojokan*
Akhir kata, selamat berjumpa kembali dengan aku dan cerita baruku. Semoga di antara sampah dan sumpah serapah di sini ada lah ya kiranya setitik dua titik pelajaran hidup yang bisa dipetik.
*Amin*
Sambil menyeruput teh tawar hangat gratisan dari kampus, menikmati dinginnya salju dari balik kaca jendela mari kita berkontemplasi sejenak. Bahwa kehidupan yang seimbang tidak hanya terbangun dari semua cerita baik saja. Ada kenyataan sebaliknya yang membuat kita jadi siaga atau bahkan sempat habiskan tenaga. Bukankah Rwa Bhineda mengajarkan kita konsep keseimbangan. Janganlah mau manisnya saja, kecap seluruh rasa yang ada, lalu berdamai kemudian. Ahhh… ngobrol terus dari tadi. Silakan teh tawar hangatnya dinikmati, yang pahit juga menyehatkan, kan?
Salam Ceri(t)a dari Doi yang cerewet dan penuh cinta.
~Life must go on and on! Breakdowns can create breakthroughs~
tergantung….teh tawar apa dulu. Klo teh hijau, ya sehaaattt
yang pasti teh tawar klo di warteg grrraaateesss.
Sekian
Teh tawar warteg gratis, sehat untuk kantong. Mencegah kanker. Demikian.