Posted in Tentang Beasiswa

~Tentang Alasan Cari Beasiswa Luar Negeri

“Kejarlah ilmu hingga negeri Cina, bergurulah hingga ke negeri kangguru, tapi tersesatkanlah dirimu ke Amerika. Karena tersesat di sini sangatlah menyenangkan.”

DSC01428
Berkat ‘tersesat’ di Amerika saya bisa jalan-jalan ke Florida. #StoryOfWay berpose di depan mansion bos Viagra, Miami 2015

Setelah mendapatkan banyak request mengenai cerita beasiswa, akhirnya saya berusaha untuk mengumpulkan kepingan masa lalu menjadi sebuah cerita yang sedikit bermanfaat dan berharap *semoga* lucu. Kali ini saya mencoba merangkum hal-hal ajaib yang membawa saya pada suhu 0’F dan berjalan di antara tumpukan salju dengan air mata yang membeku. *tsah, SEMPAT AJA GALAU*

Jadi begini,

Mendapat beasiswa ke luar negeri adalah mimpi setiap orang. Ya, saya adalah salah satu dari sekian juta orang yang ingin mengejar ilmu sejauh-jauhnya. Ingin mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan mengisi hidup dengan orang-orang dari segala penjuru dunia. Kalau mau tahu seluk beluk perjuangan mendapat beasiswa mungkin Bli Made Andi dan Bli Made Hery bisa mengemas dengan lebih baik, kalau dari segi seorang Kadek Doi mungkin sedikit lebih tidak masuk akal atau selalu berawal dan berakhir pada kegalauan.

Tapi itulah fungsinya blog ini *menampung cerita galau*.

So, langkah pertama yang ada di pikiran saya ketika berbicara tentang mencari beasiswa adalah menetapkan ‘alasan’. Seseorang pernah berkata pada saya, bahwa segala hal bisa terjadi karena kita punya motif, latar belakang, tujuan, keinginan, ataupun masalah yang semuanya sama berujung menjadi alasan. Demikian pula dengan menentukan pilihan untuk mencari beasiswa luar negeri, ini bukan perkara mudah Bung Nona, karena jika menjadi nyata akan ada banyak hal yang harus dikompromikan dikemudian hari. Tentang kelanjutan karir, ekonomi, kesehatan atau percintaan. Alasan ini pula yang nantinya akan mengatur kuat lemahnya semangat kita untuk berburu beasiswa. Ya, beasiswa berarti kita mendapatkan sponsor untuk bersekolah gratis dengan syarat memenuhi kriteria yang ditentukan dan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan studi. Kalau sekadar mau main atau go internasyenel, silakan saja merenggek sama orang tua atau jadi asisten Agnyes Monikah. Mencari beasiswa kadang diidentikan dengan mencari jodoh. Kadang datang kadang bisa hilang, tergantung besar niat, modal dan usaha untuk mendapatkannya.

Jadi, setelah berbincang dengan beberapa orang berikut alasan mereka dan versi saya, yang menjadi latar belakang ingin ‘tersesat’ di negeri orang.

  • 1. Coba-Coba

Ini alasan paling random dan paling banyak dijawab oleh orang-orang yang aku tanya. Entahlah mungkin mereka malu untuk mengatakan alasan yang sebenarnya, atau memang sekadar coba-coba. Orang tipe ini biasanya woles dan pasrahan ketika akan mendaftar beasiswa atau ketika diburu deadline. Prinsipnya, ya…kalau sudah jodoh pasti dapat, kalau ga jodoh mau apa lagi. Lainnya, alasan ini memang terasa baik untuk mencegah ketidaksesuaian harapan dan kenyataan. Mengontrol ekspektasi. Walau di sisi lain, alasan ini terlihat seperti kurang greget, perjuangannya seperti ingus dedek bayi yang hampir menyentuh garis bibir tengah. Asin coy! Lagian ngapain juga daftar beasiswa kok coba-coba, walaupun awalnya aku juga cuma coba-coba aja sih. ~ngyahahaha~

  • 2. Gengsi

Alasan ini cukup banyak juga diakui oleh beberapa responden random yang saya pilih secara random, meningkatkan gengsi. Mulai dari persiapan daftar saja sudah dilatarbelakangi oleh peningkatan gengsi, apalagi setelah diterima? pasti gengsinya meningkat 2 steps. Btw gengsi dalam hal ini adalah kehormatan dan pengaruh; harga diri; martabat bukan gengsi-gengsian (tapi tidak menutup kemungkinan kalau ada yang memang untuk gengsi-gengsian). Hal ini mereka jalani dengan belajar TOEFL, datang ke pameran kampus internasional, korespondensi dengan profesor, membaca jurnal ilmiah, atau mulai nge English dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan harga diri dengan cara-cara bermartabat seperti itu pasti akan membuahkan hasil yang sesuai. Kalau sudah menyangkut harga diri, biasanya akan membuat kekuatan orang untuk berusaha menjadi berlipat hingga 10 kali tahun cahaya. Lalu aku sebagai makhluk yang kadang masih kemakan gengsi ikut-ikutan mengubah fokus diri, biar makin berprestasi bukan sekadar gengsi.

  • 3. Gratisan adalah Jalan Ninjaku!

Nah, kalau ini sih hampir semua responden mengangguk semangat, GRATIS! Bayangkan saja sudahdibiayai sekolah gratis, dapat jalan-jalan pula.  Siapa yang ga pengen coba? *nyengir* Ada yang bilang, “Aku rela banting tulang untuk nonton konser si A, aku rela kerja lembur demi beli tiket promo ke negara B. Tapi masih sangat jarang ku dengar ada yang bilang aku mau kerja untuk bisa lanjut S2 di luar negeri.” Kalau ini mah saya juga ogah. *hahahaha* kenapa? karena sudah ada yang gratisan kenapa harus ruwet? Ini juga jadi alasan ku ketika ditanya kenapa mau kuliah ke luar negeri. Saya jawab karena gratis. Mungkin dulu saya pernah banting tulang untuk bisa lanjut kuliah di dalam negeri *uhuk* tapi selama ada yang gratisan ya berusaha cari ini dulu lah. Senada dengan alasan di atas, apapun yang menyangkut keGRATISan akan memompa semangat menggebu hingga 1000 tahun lamanyaaaaa *kemudian nyanyi*

  • 4. Balas Dendam

Ini ngeri sih tapi ga apalah ya, balas dendam. Alasan mencari beasiswa ke luar negeri karena di kantor sering dianggap remeh! Di sekolah sering dibully karena bahasa Inggris pas-pasan dan duit juga pas-pasan. Ada juga balas dendam karena mantan sudah berangkat duluan ke luar negeri, jadi malah termotivasi. WKWKWK berfaedah! Dalam hal ini memang bijak, jika bisa dendam dibalas tuntas dengan prestasi. Langkah awal ya bisa mendorong kita setidaknya untuk berani les TOEFL/IELTS dulu lah. Mendorong kita untuk berani unduh dan isi form dan GA PURA-PURA LUPA untuk unggah formnya. Yaaa….kalau kata Frank Sinatra, “the best revenge is massive success” *kibas poni*

  • 5. Membangun Indonesia

Ini alasan nyata dan tidak mengada-ada, Bung Nona! Beberapa responden berhati mulia yang saya tanya sempat curhat ‘kadang merasa sedih’ melihat kondisi bangsa ini. Bobroknya sistem ujian nasional, mahalnya biaya kesehatan, karut marut perekonomian dan banyaknya jomblo-jomblo terlantar, membuat mereka tergerak untuk membangun Indonesia agar sejajar dengan negara maju lainnya. Alasan inilah yang biasanya meluluskan banyak pejuang beasiswa untuk meraih mimpinya melanglang buana untuk kembali pulang. Penat akan masalah bangsa dan butuh ‘escape’ sekejap sembari mengamati negara dari luar. Orang yang memiliki alasan ini cenderung untuk balik ke negerinya kelak jika sudah lulus (kalau tidak ada tawaran PhD) dan tentunya membawa ide segar dengan solusi-solusi ideal yang sudah dirancang dengan matang. (btw ini serius lho ya…beberapa beasiswa bahkan mencantumkan satu pertanyaan mengenai “Apa yang akan kamu lakukan untuk bangsamu jika kelak kamu lolos atau tidak lolos beasiswa ini. Cita-cita luhur berbakti pada negara jangan dipakai bercanda Bung Nona!) *ikat kepala*

Well, sebenarnya ada banyak hal yang memotivasi para pejuang beasiswa untuk memberanikan dirinya mendaftar program beasiswa yang dirasa tidak mudah dan perlu nyawa tambahan untuk sekadar submit aplikasinya. Misal: pengen satu almamater dengan artis kesayangan ~sebut saja Madonna~, ingin ngomporin anaknya kelak,” Nak bapak aja lulusan luar negeri, kamu harus lebih baik dari Bapak ya… *kemudian kirim anaknya ke planet kripton* atau ada yang ingin menguji kekuatan cinta lewat LDR.

Ya semua ada alasannya. Lalu alasanmu apa? bagi ceritamu juga di sini 😉

18 thoughts on “~Tentang Alasan Cari Beasiswa Luar Negeri

  1. Hihihihi. Semoga Hyang Widhi selalu melindungi apapun yg ada bersama kk doi deh. Pulang ke Bali, Fad bali siap nyambut deh nanti, tahun terakhir masa jabatan vida hahaha. Ibu masni juga pasti 🙂

  2. KASITAU GA YAAA????? Takut membuka luka lama. lol
    Well, saya adalah salah satu saksi hidup kandasnya cinta akibat polemik-dinamika LDR.
    Dulu waktu masih pacaran strategi saya adalah menghimbau sang pacar untuk ikut daftar beasiswa ke Amerika juga dan ternyata dia pun berhasil ke Amerika. Namun toh hubungan tetap berakhir. Jadi boleh saja mempersiapkan segala sesuatu sebagai langkah preventif tapi juga harus siap aksi penyembuhan jika ternyata harus berakhir dan berpisah. Meskipun tidak akan ada yang benar-benar siap bukan Doi? hehe. Intinya semua harus saling bergerak ke arah yang lebih baik meskipun kadang itu berarti tidak berjalan bersama-sama.

    1. Nona kayaknya mau komen di tulisan sebelah ya? hahaha salah kamar. *tapi aku paham kok, trauma LDR biasanya memang suka bikin kita berasa jadi butiran debu. Tersesat.* :))

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *