Posted in Tentang Anak, Tentang Keluarga

~tentang berlatih mendengarkan efektif

“Dengerin nae… nanti kalau disuruh jawab biar bisa”

“Bisa ga sih kamu dengerin aku, sekali ini saja?”

“Tuhkan.”

Hahaha…malam-malam jadi kebayang beberapa percakapan dalam keseharian yang ternyata berkaitan sekali dengan topik mendengarkan efektif. Menyimak obrolan Etha, Putri dan WS seperti mengingatkan kembali PR sepanjang hayatku untuk belajar menjadi pendengar yang baik.

Mendengarkan efektif tidak hanya melibatkan indera pendengaran, tak sekadar mendengar suara namun erat hubungannya dengan kehadiran diri secara utuh. Bayangin aja kalau mau curhat mosok kita berhadapan sama telinga terbang, kan horor yaaa hehehe.

Semenjak jadi Rangkul, akupun semakin giat berlatih, di Keluarga Kita kami diajak untuk bisa hadir sepenuh hati, sepenuh jiwa dan sepenuh tubuh. Dalam keterampilan ini, kita juga diharapkan mampu menangkap gesture, merasakan perasaaan, dan mengoneksikan diri seutuhnya. Penting untuk siaga “REM” agar tak keburu menghakimi atau kesusu dalam menasihati.

Oleh karena itu, PERLU usaha dan latihan agar bisa ‘mendengar untuk mengerti’.

So, What makes a good listener?

Jujur, berlatih mendengarkan efektif dalam keluarga lebih mudah untuk aku praktikkan bersama Cha atau orang tua (kini yaaa…kalau dulu? HAHAHA). Aku termasuk dalam kelompok yang berespon ~ohya? jadi orang tuaku seperti ‘pasrah’ saja jika mengajakku berdiskusi, huhuhu. Nah, tantangan sekarang adalah praktik bersama pasangan. Mungkin karena kebiasaan ikut cerdas cermat jadi suka ‘nyagrep’ kalau suami ngomong panjang (plisss jangan ditiru ya). Harusnya aku bersyukur dong ya karena papski tipikal orang yang terbuka dan mau untuk berdiskusi.

Jadi ingat kalau ikut kuis mah harus dipahami dulu pertanyaannya apa, mikir, baru deh jawabannya. Konteks yang sedang ku bicarakan bukan tentang kompetisinya tapi tentang tujuan mendengar untuk memahami. Jadi kalau ngobrol di rumah, ya sudah jelas “kita tidak sedang berkompetisi”.

It’s not you VS me, it’s us VS the problem!

Kembali ke pasal 1

Cuma ya gitu, ga bisa dipungkiri juga kalau sudah lelah dengan rutinitas, jenuh dengan kesibukan berujung kehabisan energi dan pusing mengelola emosi (Baca tentang mengenali dan mengelola emosi ya di sini).

WAJAR.

Semakin dewasalah kita diharapkan bijak menentukan waktu jeda. Ternyata penting lho menghilang sekejap (ke kamar mandi) untuk menyegarkan diri. Biasanya perihal ‘timeout’ ini mesti dikomunikasikan dulu sama keluarga. Kerja sama dengan anggota keluarga lainnya untuk bergantian mendampingi anak juga bentuk dari praktik pengasuhan setara dalam rumah tangga. Mendengarkan seperti halnya berbicara, butuh energi karena kita harus fokus bukan sekadarnya.

Lalu bagaimana jika kita masih ada pekerjaan dan anak sudah tak sabar minta untuk didengarkan?

Beragam tips yang patut dicoba diberikan oleh narasumber. Mulai dari menggunakan aplikasi seperti rekaman suara/video offline, menuliskan surat atau menyepakati jam untuk diskusi bisa dijadikan strategi agar anak merasa nyaman menunggu sembari kita bersiap untuk menemaninya bercerita. Tidak hanya oleh salah satu orang tua saja, Ayah dan Ibu harus sama-sama mempraktikkan ini. Dalam tahapan tumbuh kembangnya, anak akan berhadapan pada masa-masa dimana anak akan membutuhkan Ayah atau ibu saja sebagai temannya membahas topik-topik tertentu. Jadi mitos ya kalau hanya salah satu, Ibu atau Ayah (atau siapapun yang punya stok sabar lebih banyak) yang bertugas menjadi pendengar. MITOS! Yang terpenting adalah perhatikan kondisi diri dulu sebelum bersedia mendengarkan anak atau keluarga bercerita.

Idealnya, meluangkan waktu minimal 20 menit sehari untuk berikan perhatian penuh pada anak tanpa distraksi adalah cara bonding dan berproses dalam melakukan praktik baik ini di rumah. Membacakan nyaring selama 15 menit pun bisa jadi cara. Membaca sambil mendengarkan ekspresi dan melihat respon anak terhadap cerita yang dibaca. Menunjukkan antusias tentang prakarya anak, mainan atau aktivitas kegemarannya juga bisa dilakukan.

Nah, untuk terus berlatih mendengarkan aktif kita bisa ingat: EAR!

(Empati, Atensi dan Respect). 

E= Tangkap emosinya, ikut rasakan dan ungkapkan kembali apa yang disampaikan oleh anak.

A= Berikan perhatian, dengan menunjukkan antusiasme kita. Penting untuk fokus dengan tidak menjadikannya sebagai kegiatan sambilan.

R= Hormati perasaan yang diungkapkan anak. Tahan untuk tidak menasihati anak secara langsung. Berusahalah untuk menerima perasaan dan posisi anak.

Mudah-mudahan semakin sering kita membahas perihal praktik mendengarkan ini, maka semakin sering kita diingatkan untuk melakukannya.

Note: Rekaman IG TV #RumahRamahAnak ALPHA-I bersama Citta.ID bisa disimak pada link berikut ini: https://www.instagram.com/p/CR88qBdnBsL/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *