Hari ini aku berjalan seharian (sendirian) berkeliling New York City tanpa tujuan. Dalam kepala berhamburan catatan-catatan akhir pekan yang harus segera dikerjakan. Semalam hingga subuh tuntas bercerita (apalagi kalau bukan tentang cinta). Ada sahabat dari Ohio yang berkunjung ke City, Mareta Dellarosa. Dia datang memang bukan untuk liburan sih, jadi di tengah padatnya jadwal masing-masing kami mencoba cerdas menggunakan waktu untuk berbagi cerita. Kunjungannya ke NYC sungguh membuatku sangat senang dan lega. Pertama, karena sejak lama aku ingin mendengar langsung kisahnya yang berakhir sebelas dua belas dengan kisahku (lagi-lagi tentang cinta). Kelegaan lainnya ya karena aku bisa menginap di hotelnya. Suhu yang sejak semalam turun drastis kembali membuat pipi tembem ku memerah dan cenut-cenut. Pulang mengajar di Masjid kami janjian berjumpa, makan Halal Guys lalu mendekam di hotel. Apa yang kami curhat kan? nanti sajalah ceritanya.
- Musim dingin tahun lalu
Awalnya aku sangat bersemangat menyambut musim dingin pertamaku. Membeli mantel dan perlengkapan bermain salju seperti di film-film Amerika, berniat belajar ice skating atau ski, bermain lempar bola salju dan membuat snow person. Sebenarnya masih banyak keinginan lain yang separuh lebihnya cuma jadi angan.
Aku ingat di musim dingin tahun lalu dapat hadiah dari teman sekelas, sebuah selimut hangat listrik. Ceritaku kali ini bukan tentang Selasa Kamis terapi atau caci maki berapi-api. priiiit!
Tahun pertamaku di sini aku masih cukup susah menyesuaikan diri dengan cuaca. Sebagai orang Bali yang selalu bermandikan cahaya matahari, jelas saja membuatku harus ekstra sabar menyeka ingus atau berjalan dengan baju berlapis berat. Ahh…Tahun lalu aku benar-benar ingin kabur pulang ke Indonesia. Semuanya terakumulasi saat merasakan suhu minus dan angin dingin, pemandangan pucat serba putih karena semua terbungkus salju, serta hati remuk karena galau yang menggebu (tsah… selalu ada alasan untuk curcol *kweks!)
- Musim dingin buru-buru menyerbu
Ini adalah pengalaman keduaku ‘menikmati’ musim dingin ekstrim di negeri Abang Sam. Menurut kalender sih seharusnya suhu masih sejuk karena daun belum seutuhnya berubah merah. Aku baca di laman FB dan iG ada beberapa teman di Illinois, Connecticut dan Massachusetts malah sudah dapat hibah salju. Sungguh aku belum siap untuk salju. Baju musim dingin masih tersimpan rapi dalam lemari.
Tahun ini aku berharap bisa lebih tegar. Setelah lelah #NyebakGoarGoar aku harus hidup berbahagia. Awal dari kebahagiaan itu seharusnya ya dengan tidur yang mencukupi. Hari ini aku malah tidur jam lima pagi karena harus menyelesaikan tugas kuliah yang sudah semakin dekat tenggatnya. Kebiasaan ini jangan ditiru ya! Jangan sengaja begadang untuk menyelesaikan tugas yang selayaknya bisa dicicil sejak jauh hari.
Jangan menunggu esok untuk apa yang bisa dikerjakan hari ini.
Tapi yang namanya cari inspirasi ya… ga bisa dipaksa begitu saja dong ya? Demikian pembenaran atas penundaan-penundaan yang aku lakukan.
Baiklah, tidur jam lima dan bangun jam delapan pagi. Aku merasa berjalan tanpa nyawa, apalagi saat keluar hotel. Duh! suhu tiga derajat celcius rasanya seperti sembilu diguyur air lemon. Angin yang menyilet-nyilet muka bagai luka menganga yang tersiram air garam *uhuk*.

Aku sempat ragu untuk berangkat ke Hilton Midtown pagi tadi. Ngantuk, dingin dan lapar adalah kombinasi yang pas untuk kembali ke pangkuan selimut dan penghangat ruangan. Namun melihat Maretha yang sudah siap check out dan datang ke konferensi yang dia ikuti, mau tidak mau (sebagai penumpang) aku juga harus angkat kaki dan memutuskan untuk naik Subway R menuju 57 Ave 6th St. Setidaknya hari ini aku dapat makan gratis dan bisa memenuhi undangan dosenku yang bersemangat hingga berkali-kali mengingatkanku via email agar tak lupa untuk hadir. Aku bersyukur memaksa diri untuk berangkat karena simposium tentang MS dari TISCH Research sangat menarik. Nilai plus lainnya, aku bisa semakin belajar bersyukur dan lebih peduli pada kesehatan.
Ahh… iya balik lagi ke suhu nol derajat celcius yang subuh ini tembus minus satu. Aku baru ingat saat musim panas dulu, pernah minta untuk salju datang lebih awal tahun ini. Aku merasa perlu lebih lama untuk bermain-main sebelum nanti pulang dan tak ada salju lagi (kecuali mau beli es serut di senggol Gianyar segambreng, lalu diomelin pak Dewa dagang nasi be ayam~duh jaen~)
Sungguh ini cerita tak bertuan akibat karut marut isi kepala dan suhu yang makin tiarap. Tugas kampus malah belum selesai juga.
Ideee cepatlah datang! Aku butuh kamu! Segera! Sekarang!

Aih, kalo kesepian, bisa bisa kebawa nostalgia mantan mbuaakkk.
Aku sekarang kalau kesepian mah lapar :p
Smangat…. Nasi pak dewa menanti
peluk. ~kemudian dance-dance ke pasar senggol 😀