Hari ini aku mengawali keikutsertaan ku “comeback” ke dunia perbloggeran hehehe. Debut pemanasan ini aku rayakan dengan mengikuti Festival Literasi Digital (FLD) 2021 Kumpulan Emak Blogger (KEB). Sebenarnya aku sudah ngintipin aktivitas komunitas ini sejak 2012 tapi baru kesampaian ikut sekarang dan momennya pas banget. (Ehhh…jadi angka cantik ya 2012-2021 *cateeet! kali aja tembus hahaha). Waktu itu masih belum jadi emak-emak jadi ‘merasa’ belum bisa sepenuhnya ‘tune in’ dengan obrolan dan aktivitasnya. Mungkin ini perasaanku sendiri saja karena sejujurnya komunitas ini sangat beragam dan aku bersyukur tak pernah lelah ngepoin keseruannya sejak dulu hingga sekarang sah jadi emak.
Nah, balik lagi ke FLD 2021 narasumber perempuannya sungguh sangat inspiratif sekali. Aku bangun pagi (ini perlu dituliskan karena aku bukan morning person*ngikik) lalu ikut KEB Ngobrol bersama:
1. Puti Karina Puar @byputy; Resep Sukses Menjadi Super Kreatif dan Produktif
2. Rika Dinarjanti @rika_dinarjanti; Cara Jitu Memberdayakan Hobi Jadi Cuan
3. Retno -De- Kristiani @punyade; Menjadi Orang Tua Cerdas di Era Digital bersama
Kreatif sering diasumsikan sebagai harus punya bakat. Padahal dari definisi kreatif adalah memiliki kemampuan untuk menciptakan. Ga cuma punya bakat namun bagaimana bisa connecting the dots (Steve Jobs). Kita bisa berlatih bagaimana mengolah sesuatu dan melahirkan hal baru.

Padahal otak manusia ibaratnya struktur bangunan. Semakin kuat dasarnya maka semakin kokoh bangunannya. Sebagai emak teruslah menambah data base, tingkatkan kemampuan, dan terus belajar. Justru ketika bertambah umur, seharusnya pengalaman hidup bisa menambah nilai hidup kita. Mari ubah pola pikir. Hal ini nyambung dengan produktivitas, salah kaprahnya adalah orang itu harus fokus pada satu hal saja, jadi harus 100% memberikan perhatian ke hal yang diproduksi secara terbatas. Picasso punya banyak karya, ia melukis terus hingga ada yang menjadi masterpiece. Sama dengan blogger harus banyak ngeblog ga cuma satu dan berharap itu viral atau berdampak luas. Teruslah menulis dan berlatih sebanyak-banyaknya.
Miskonsepsi lainnya terkait produktif dan sibuk. Tidak semata-mata ketika di depan laptop terus berarti kita sudah (terlihat dan merasa sibuk) sehingga langsung disebut produktif. Tapi sebenarnya orang yang produktif selalu menyusun prioritas terlebih dahulu dan tak langsung bertindak atau mengerjakan semuanya sepanjang waktu. Mari cerdas di dunia digital dengan bekerja secara efektif diawali dengan mengerjakan skala prioritas dan perhatikan tujuan utama. Fokus.
Bagaimana caranya produktif?
Menetapkan objektif. Ketika sudah tahu tujuan dari suatu kegiatan maka kita akan tahu ingin menghasilkan apa. Misal kalau kerja tujuan utama untuk menambah penghasilan, jadi untuk mengukur bisa dengan uang yang masuk. Tapi ga semua menganggap uang jadi tujuan utama. Jadi tak bisa itu temata yang dijadikan untuk mengukur produktivitas. Menetapkan prioritas. Sering mengeluh tidak punya waktu cukup tapi bisa melakukan aktivitas (kurang prioritas) dengan waktu tak terbatas. Misalnya nontonin IG Stories banyak akun sampai titik terakhir. Perencanaan dan penjadwalan. Orang produktif tahu tujuan utama dan memilih yang mana patut untuk dilakukan terlebih dahulu. Dengan punya rencana yang jelas maka pengaturan jadwal menjadi strategi keberhasilannya. Evaluasi. Jika sudah mengetahui tujuan dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan maka jangan skip tahapan evaluasi. Perbaikan secara pribadi dan nilai pekerjaan agar terus bisa meningkatkan kualitas diri.
Sebagai penutup, aku menyarikan obrolan kali ini dengan beberapa poin: Temukan keunikan caranya dengan banyak belajar, berlatih dan konsisten. Jangan membatasi diri dalam pembatasan (alat, waktu, kemampuan, mood, bakat). Jangan pernah sungkan untuk belajar kepada siapapun yang memiliki kemampuan lebih baik, berapapun usianya dan berapapun usia kita. Senanglah berbagi karena saat berbagilah sebenarnya kita juga menerima banyak hal dari sekitar kita. Jangan pelit ilmu.
PS: Jangan cuma menanyakan anak cita-citanya mau jadi apa? tapi sejak dini persiapkan diri: “Bagaimana saya jadi orang tua yang bisa memfasilitasinya dalam mengeksplor dunianya”.
