“Jika dulu aku tetap nekat memilih sekolah kedinasan, mungkin kita menjadi sahabat karib sejak saat itu. Tapi Dia punya rencana lain, kita dipertemukan dalam sebuah kesempatan yang menguji kekuatan pribadi masing-masing. Di rantauan”.
- Agustus 2014
Sore itu, beratapkan pohon-pohon besar yang tua dan kokoh kami menggelar tikar seadanya. Kali pertama perjumpaanku dengan teman-teman PERMIAS NJ. Sebagai pelajar yang (tumben) menempuh pendidikan di luar negeri, bertemu rekan pelajar lainnya adalah sebuah kemewahan. Pertama, diberi kesempatan untuk berjumpa di sela kesibukan mereka belajar adalah sebuah waktu yang tepat untuk bertanya seputar pengalaman hidup di Amerika. Kedua, aku akan bertemu dengan orang-orang dengan pengalaman seabrek yang tentunya bisa ku jiplak-amal-modifikasikan untuk dua tahun hidupku di sini. Pokoknya sore itu aku bersemangat sekali menuju sebuah taman di perbatasan wilayah “Watsessing Park”.
Setelah menerima telepon ucapan selamat ulang tahun dari tanah air, teman-teman PERMIAS NJ (yang waktu itu diwakili oleh Mbak Sophia Purba ~hahaha~ menyodorkan beberapa cupcake lucu dan mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tak cuma aku, ternyata Kak Wiki (yang akan aku bagi ceritanya) juga berulang tahun selang beberapa hari sebelum aku. Sejak sore itu, aku dan Kak Wiki menjadi akrab, kami mulai bertukar cerita-cerita seru hingga subuh, tak jarang hingga bibir berubah kelu.

Awalnya aku pikir hanya nama ababil (abege labil :p) untuk sebuah akun sosial media. Tapi ternyata setelah diceritakan, aku jadi paham bahwa perempuan asal Kota Mpek-Mpek ini bukan bermaksud tak sopan -jika terlihat merem saja- saat diajak ngobrol eh… *dijitak*
Kisah masa lalu tentang dia dan Jepang, tak membuatnya fasih berbahasa Jepang. (dijitak lagi) tapi untuk membaca Al-Quran, jangan diragukan lagi. Dibesarkan dalam lingkungan yang agamis tak membuatnya berubah menjadi gadis fanatik yang menabukan segalanya. Dia adalah salah satu teman yang bijak jika ingin belajar tentang makna dan pengamalan pluralisme, persahabatan dan penghargaan.
Awalnya aku heran bagaimana si gadis sulung ini bisa bertahan dalam tempaan pendidikan yang konon banyak kekerasan di dalamnya. Setelah mengenalnya aku jadi paham bahwa hidup yang keras telah menempanya menjadi sosok mandiri yang kuat tanpa harus berteriak lantang. Di satu sisi aku sering menilai dia sebagai sebagai sosok yang pendiam dan cari aman. Di sisi lain ada kekaguman dari caranya bersikap menghadapi lingkungan yang kadang tak selamanya berpihak pada dia. Dalam bahasa Bali ada pepatah, “Tusing ada lemete elung” yang kurang lebih bermakna sama dengan mengalah bukan berarti kalah.
- Dari Curhat Negara hingga Dapur Rumah Tangga, Maret 2016
Dua topik yang selalu menjadi favorit kami dalam berdiskusi adalah mengenai PNS di tanah air; lelaki dan patah hati. Topik pertama tentu saja kami memiliki beberapa sudut pandang yang berbeda. Meski kedua orang tuaku PNS, tak jarang aku selalu protes dengan kinerja PNS di Indonesia. Kak Wiki dengan sabar mendengarkan cerita dan mendebatku sembari menyelipkan beberapa pengalamannya selama menjadi PNS muda (yang ternyata tidak mudah) dalam kesehariannya. Tapi satu hal yang sama dari pandangan kami, untuk mengubah sistem kita tidak bisa pasang badan sendiri. Bekali diri dengan berbagai macam ‘amunisi’; perkuat iman dan toleransi; jujur dan berkompetensi dalam bidang yang ditangani. Well, kecuali kamu ‘Ahok bernyawa sembilan’ barulah datang sendiri dan mencak-mencak di hadapan senior. Canda kami di suatu sore usai pulang jogging sambil foto-foto di taman umum seputaran Harrison.
Tentang topik yang kedua, entahlah. Kadang percaya padanya kadang juga tidak. Lah… kalau masalah diPHPin pasti dia lebih khatam dari aku (dilihat dari kejadian PHP yang pernah dialami-nyengir) pun dari masalah patah hati. Bulan puasa tahun lalu aku mencari hidayah ke apartemennya dan hampir tak pulang selama berminggu-minggu. Awalnya cuma mampir pulang magang, tapi malah keterusan tinggal hingga lupa waktu. Bercerita hingga sahur tiba, bercerita saat masak untuk buka puasa. Mungkin jika bisa, aku akan merekomendasikan surat pahala tambahan untuk Kak Wiki yang mendapatkan cobaan lebih dengan kedatanganku kala itu.
Pembicaraan panjang kami bukan tanpa kesimpulan dan aksi tindak lanjut. Tapi yang aku dapat jauh lebih kepada mendengarkan diri dan melahirkan kesabaran.
(duh bahasa ku Kak!).
“Bahwa dia yang sabar menanti dan tidak lupa bersyukur, pasti akan berbuah manis.
Bahwa dia yang selalu berusaha dan tak lekas berputus asa, pasti akan berbahagia”.
Sedaaaap….
Semoga setelah kembali ke tanah air kita masih bisa tetap akrab ya…
Seperti obrolan kita terdahulu, mari nikmati setiap waktu dan kesempatan yang ada. Berproses menjadi lebih baik dan berbagi selagi kita bisa, selagi kita ada.
Selamat berkemas kembali ke tanah air Kak! kembali menjalani rutinitas dan bangun dari mimpi nyata selama hampir dua tahun ini.
iya, semoga enteng jodoh ya! ~by request.
PS: baru nyadar aku kok belum mulai berkemas. Lha wong baru mulai spring break… zzz *gigitin laptop*
Have Fun! ditunggu undangan nikahnya, eh maksudnya foto-foto dan cerita plesir Uropnya! :p *kabuuuur*