Mosok #dirumahaja lelah?

Pagi tadi saya ikut meditasi dengan ibu-ibu Halo Ibu.
Biasanya terjadwal Senin Malam #MomdayMeditation tapi ternyata segar juga mengawali hari dengan meditasi.
Spesial merayakan World Mental Health Day 2020 komunitas ibupreneur ‘Ibu Punya Mimpi (IPM)” memberikan edukasi dan berbagi strategi agar kita tidak burnout selama #dirumahaja
Loh, memang bisa ya? toh di rumah aja, capek? apa burnout dan bagaimana menyiasati agar produktivitas tidak semata-mata jadi momok pencapaian keseharian kita.
Semenjak jadi ibu, sayapun mengubah mindset perlahan-lahan dan tetap waras dalam setting ekspektasi.
Rumah berantakan hendak dibersihkan menjadi CUKUP rapi bukan lagi rapi PARIPURNA.
Anak sakit gigi tapi mau makan saja CUKUP, bukan lagi makan nambah terus.
Intinya, kita yang harus pintar-pintar mengatur pola pikir kita agar tidak stres karena pikiran sendiri atau karena pikiran orang lain (yang tidak bisa kita tebak dan kita atur juga).
Well, kurang-kurangi deh ngebandingin rumput kita dengan rumput tetangga.
(ini berlaku banget buat aku yang rumput di rumah cuma seuprit, wkwk literarly rumput ya)
Nah balik lagi ke Burnout.
Ciri-ciri burn out antara lain:
- Merasa jauh dari diri sendiri. Belum berdamai dengan diri yang lalu dan tidak siap menerima diri di masa sekarang. Mungkin perubahan pola hidup setelah jadi ibu membuat kita rindu masa-masa ketika masih single dulu. Nah, kebiasaan membandingkan diri ini yang bisa bikin kita merasa sendiri. ~Mari peluk diri.
- Merasa tidak bisa menjalani tugas. Ini berkaitan dengan menurunnya semangat untuk berusaha, enggan mencoba atau sudah nyerah sebelum mencoba. Ada beberapa kondisi yang membuat ibu merasakan hal-hal yang bisa membuatnya ‘ceci’ seperti misalnya lingkungan yang terlalu membandingkan ibu bekerja dan ibu rumah tangga. *HELLo, this is 2020, semoga masyarakat lebih paham lagi bahwa ibu berhak menentukan dan menjalani pilihan hidupnya! ~Peluk para ibu semua.
- Menjauh dari tugas/keluarga. Nah kalau ini sering ku alami kalau fisik lelah dan biasanya sih karena kurang tidur dan kurang makan (HAHAHA SELALU). Aku baru mulai belajar untuk memvalidasi emosi biar ga senggol bacon ketika merasa lelah. Jadi biasanya aku akan bilang ke Cha dan Papski, Pah aku lagi butuh istirahat nih. Semalam begadang (standby cha rewel kebanyakan minum kopi, keasyikan netflix, you name it :p) bisa kan aja cha main atau sepedaan. Nanti kalau sudah lebih tenang aku samperin. ORRRRR…Papa bisa tolong kerja dari dapur aja? aku lagi kesal sama papski karena…(isi alasan) ~HAHAHA muke emang ya.
- Moody dan tidak puas dengan keadaan yang dihadapi. Selain karena PMS, moodyan juga bisa ditengarai karena kelelahan tadi. Biasanya dikit-dikit protes. Ga ada yang benar! susah kan ya similikitiii
Aktivitas selama di rumah yang cenderung itu-itu saja bersama kamu-kamu aja tentu bikin kita jenuh ya. Teman-temanku khususnya para ibu boleh deh cek ciri-ciri burnout seperti yang disampaikan oleh Fathya Utami (psikolog 3 generasi, founder IPM) ~yang ternyata rekan Duta Anak Nasional 2005 bidang Kesehatan. (i am a proud friend!)
Lalu mengapa ibu khususnya ibureneur (ibu yang berwirausaha) rentan mengalami burnout?
Ini bisa dikaitkan dengan banyaknya tuntutan dalam keseharian. Entah dari keluarga atau dari bisnis yang sedang dijalankan. (Iya juga sih, kalau mikirin kostumer komplain kan pusing ya, belum anak rewel, belum suami bawel wkwk ~belum lagi drama ortu atau mertua. Mudah-mudahan kehidupan kita semua bisa lebih minim drama ya buebo. Lelah Hayati!
Nah penyebab lainnya adalah karena minimnya dukungan sosial seperti support suami-yeeee enak abis kerja main game atau gegoleran di sofa; bisik-bisik tetangga yang iseng ngomenin BB anak kita (yaelah sekalian sumbangin paha ayam dong biar anak saya bisa makin gembul LOL). Situasi rumah yang berantakan juga bikin kepala mumet dan kelelahan mentalpun tak bisa dihindari. Fathya yang selama ini mendampingi ibu-ibu di komunitasnya merasa bahwa ibu-ibu kerap merasa tidak jelas atas peran yang dijalankan ketika menjadi ibu. Untuk yang satu ini ia membantu untuk memetakan bagaimana kita bisa memperjelas tugas sebagai ibu.
Kotak terbagi menjadi dua part yaitu kotak anak dan kotak ibu.

Ibu Fathya menjelaskan kotak pertama, misalnya terkait tugas ibu untuk anak yaitu menyediakan, menyusun, mengajar dan berelasi. Hendaknya kita bisa berbagi peran juga dengan anak yang mampu menyusun dan bahkan merelasikan apa yang sedang mereka kerjakan atau pelajari sendiri. Kadang ketakutan atau kekhawatiran dari ibu malah bisa menghambat eksplorasi anak. Nah, yang sudah pasti orang dewasa lakukan adalah dalam ruas menyediakan dan mengajarkan hal-hal terkait pada anak. Semua ada porsi partisipasinya. Part kedua adalah apa yang sebaiknya ibu penuhi untuk diri ibu sendiri. Kebutuhan untuk tidur yang cukup, olah raga, bergembira atau bersenang-senang serta kebutuhan akan cinta.

Penerimaan untuk belajar berdamai adalah kunci penyeimbang kelelahan yang kita alami. Kalau kata Mba Ashtra ‘Halo ibu’ kenali semua emosi, rasakan, beri jarak, jangan langsung dipeluk. It’s ok to be not okay. Your feeling are valid, you have the RIGHT to feel. Yang terpenting adalah bagaimana selanjutnya kita bisa mengelola emosi tersebut agar tidak mengganggu aktivitas dan kesehatan kita. kudos mama!

suka banget tulisannya. jd selama ini aku tuh burn out ya :”” terima kasih sudah sharing kaak
salam kenal kak kadeek, saya nezha calon rangkul dr jaksel hihihihi.
Salam kenal juga Kak Nezha, makasi ya sudah mampir. Kesadaran diri untuk memahami diri sendiri memang penting ya, perlu sering-sering ajak ‘diri sendiri’ ngobrol juga biar bisa refresh kemumetan. Yuk berpelukan dan berangkulan :’)