Posted in Tentang Racau

~Tentang Kunang-Kunang di Manhattan

“Kali ini aku harus percaya, tidak ada kunang-kunang di Manhattan”
IMG_3825
Bow Bridge dan Kunang-Kunang yang Menghilang
Tempat ini seakan kuburan bagiku.
Ramai dengan ribuan kepala tanpa hati dan nyawa,
maneken pemburu waktu pengejar lembar uang tak nyata.
Mereka abai rasa hingga mati asa.
Sekilas, Manhattan mengingatkanku pada ibu kota.
Pada jutaan harapan dan ratapan di sana,
pada ribuan juta pertanyaan dan pernyataan.
Manhattan dan Jakarta bak lahir dari rahim yang sama,
dari sebuah jalan yang memberi ruang gelap untuk melihat terang.
~
Aku memilih duduk di bangku dekat jembatan, di bawahnya air di danau telah membeku.
satu persatu, ku saksikan beberapa pasang mata kasmaran berlalu,
berpegangan tangan sembari bercumbu,
membuatku menggerutu…
“ahh…..jadi inikah yang namanya cemburu?”
aku tersenyum pilu, tertawa pada kenangan masa lalu.
Tiba-tiba aku teringat Jane yang kaku, yang percaya bulan itu ungu.
Perempuan keras kepala itu menari-nari di kepalaku.
Turut ku merasuk pikirnya yang sesak, terbayang mantan suaminya di Alaska.
Bergumul ia  pada ketakutan jika pria itu sendirian dan kedinginan.
Ketakutan itu membuatnya pasrah, pada adat yang meresahkan, suguhkan istri pelampiasan.
tak kuasa membiarkan pujaannya larut dalam kesepian.
ahh…perempuan keras kepala!
akupun merasa hal yang sama kini,
menjadi seorang Jane.
~
Aku meneguk teh tawar hangat yang diberi temanku sebelum kami berpisah tadi,
pahitnya menyeret di kerongkongan, tapi aku tetap menikmatinya.
hari semakin dingin, angin bertiup kencang
ku pindah ranselku menutupi dada, ku peluk erat
benakku bersinergi kembali,
“Menurutku, Jane memang terlalu cerewet,
bercerita hal yang sama berulang kali
dan terlalu kukuh pada cara pandangnya sendiri”
tapi aku sadar, hati tak sebatu kepalanya
aku mengiyakan kerinduan Jane tentang mainan kekasih
kemudian aku teringat Way, mainan yang sangat aku kasihi.
andai dia ku ajak pergi, pasti aku punya teman bicara
tak perlu bertengkar dengan diri sendiri
~
Ku hangatkan diri dengan mendengarkan lagu dari ponselku
daftar putarnya hanya itu-itu saja, kenangannya pun demikian juga.
seketika aku benar-benar seutuhnya menjadi Jane
Sosok yang membosankan.
“Mem-bo-san-kan!”
aku menguliti diri, bertelanjang rupa
apa yang mereka cari dari seorang perempuan?
senyumnya, rambutnya, aroma tubuhnya
sikapnya, tutur bahasanya, pola pikirnya
atau hanya jawaban atas rasa penasaran?
~
Malam ini aku merenung di belantara Manhattan.
mengamati kilauan pijar gedung pencakar langit di sisi utara
memaki serbuan benda putih dingin dari awan gelap di atas sana.
“Ketika Manhattan bersalju, kemana larinya kunang-kunang?
apa mereka berpindah sarang?
atau menghilang di jalan pulang?”
~~~~~~
Central Park, 14 Februari 2015.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *