Posted in Tentang Racau

~tentang Kutukan Januari

Sungguh ingin berteriak rasanya, kesal sekali. Bulan Januari seperti menaruh dendam tak terperi padaku. Sekiranya, demikian aku membaca setiap kesialan yang menimpaku pada tiap awal tahun sejak sepuluh tahun yang lalu. Masih lekat rasanya bagaimana selang infus menerobos di sela-sela kulitku. Kepala yang tak kunjung sembuh dengan trauma segala rupa. Pun hati selalu kacau jika ingat ku dipaksa tak bicara. Bukan karena tidak boleh, tapi belum boleh. Patah rahang di kecelakaan ~sehari usai ‘jadian’ itu membuatku terus bertanya, siapa yang mengutukku?

Aku tak ingin mengenang kepahitan-kepahitan yang sudah ku coba untuk ajak berdamai. Kehilangan kakek selagi aku masih di rantau membuat penyesalanku kian memuncak.

Aku menyesal di hari-hari terakhirnya aku bahkan tak sempat mengajaknya ngobrol akrab sebagai cucu, apalagi meminta maaf. Sejak TK aku sudah terlalu memusuhinya. Perlakuan mendiang terhadap nenek, membuatku benci yang selalu mendidih. Tapi melihat detik-detik berpulangnya dalam layar ponsel sungguh membuatku sesak. Kembali terkenang rasa banggaku ketika mengaku sebagai cucunya. Ahhh… bulan Januari kala itu juga menjadi perih karena percintaanku kandas. Aku makin tak waras. Bertubi-tubi aku benamkan diri dalam penyadaran. Banyak teman membantu, tak sedikit juga yang menggerutu. “Ahhh…patah hati mah biasa saja. Semua orang juga mengalami, nanti juga sembuh sendiri”. *COLOK MATA. Cased closed.

Makan siang di restoran jadi kencan manis berdua. Nunggu papa pulang kerja sambil cerita sama Charita.

Ku pikir Januari mulai menampakkan itikad baiknya. Beberapa kali aku merayakan penuh haru di luar negeri. Bukan berlibur ya, tapi memberi jeda diri. Aku merasuk di keramaian Times square. Tahun berikutnya aku menjelajahi gagahnya Yossemite. Tapi ternyata hidup masih terasa rumit. Aku coba untuk berdamai dengan mencari teman berbagi rasa. Cukup berhasil hingga aku terlena dan mengira Januari akan baik-baik saja.

Januari 2020, aku merasa kami cukup berbaikan. Kami~aku dan si bulan Januari. Keberadaan Charita sangat membantuku tidak mudah berprasangka pada hal-hal tidak kasat mata. Melihat combo cintanya dan suamiku, aku mengira kehidupanku sudah cukup tenang. Kami bepergian ke luar kota, aku mulai aktif dalam berbagai kegiatan profesional, Charita mulai menikmati masa kanak-kanaknya.

Tapi ternyata tak semudah itu Fulgoso! Ujian terberat justru hadir saat kami tengah bersuka ria, liburan bersama. Saat liburan ke Bandung, badan Cha panas tinggi dan tak kunjung pulih. Entah kenapa perasaanku juga tak kunjung membaik. Apalagi aku teringat kejadian di kereta, ketika seorang penumpang tak henti-hentinya batuk, keras sekali. Ia duduk tepat di depan kami. Tanpa masker dan tanpa menutup mulutnya. Merasa paham kalau kenyamanan terganggu ia dengan sukarela pindah gerbong, setelah kami berikan air putih dan pelega tenggorokan. Sungguh aku belum terpikir jika saja itu adalah COVID-19 tak dapat ku bayangkan bagaimana kepanikan kami. Tapi mungkin aku mulai curiga, karena Januari itu beberapa media luar negeri sudah mulai panik dengan serangan virus ini. Tapi yaaa…memang pemerintah kita aja yang jumawa bin bloon. Beragam spekulasi dan ketidakpercayaan membuat kita kebobolan bin telat ngurus ginian! Aku merasa beruntung karena memutuskan subuh itu langsung ke UGD RS Advent yang memang dekat dari hotel kami. Well…setelah sepuluh tahun, aku melewati lagi suasana Januari di kamar Rumah Sakit. Walau bukan perawatan untuk diriku, tapi melihat Cha terkulai bersama selang infus membuat perih yang dulu aku rasa tak ada apa-apanya. Naluriku memilih untuk tetap kuat, walau sepulang dari rumah sakit malah aku yang giliran harus dirawat. Kami menunda kepulangan satu hari, tapi aku enggan inap di RS. Akhirnya kami memilih satu hari yang kulewati dengan tidur saja di hotel Aryaduta. Tidak ada kunjungan plyaground, tidak ada wisata kuliner, tidak ada berenang bersama. Aku hanya tidur. Cha yang baru pemulihan hanya bermain di kamar yang sesekali merenggek minta jalan-jalan, karena ditengoknya dari jendela kamar ada kolam besar di luar sana.

Menyongsong Januari 2021 aku tidak mau lagi merasakan seperti kena kutuk. Aku berharap mampu menghilangkan sentimen pribadiku dan menjadi lebih rasional. Mungkin Januari akan aku lewati dengan hari-hari penuh syukur, penuh tantangan, mencoba menghitung produktivitas harian dan pencapaian, serta menjalani hari dengan lebih merasakan. Doakan aku dan Januari bisa lebih akur ya. Finger crossed!

One thought on “~tentang Kutukan Januari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *