Posted in Tentang Keluarga

~Tentang Literasi Keuangan Rumah Tangga; Manajemen Cash Flow saat Pandemi

“Ahhh…wajar dia bisa beli apa saja. Keluarga kaya raya tujuh turunan mana kena inflasi!”

“Kerja banting tulang hingga patah tulang tapi dompet jebol terus. Apa yang salah nih?”

“Hemat dong musim pandemi gini. Jajan terus sih mana bisa kaya? Pokoknya kalau punya uang tabung aja terus. Ga usah belanja, liburan apalagi cari hiburan!”

Picture from freepik

Aduh, pusing kepala Barbie! Belum hilang efek deg-degan pandemi sudah harus bergulat dengan berbagai jurus silat demi menyelamatkan kewarasan diri. Tetap putar otak agar dapur tetap ngebul tanpa peduli kabar kibul. Sebagai ibu baru yang memutuskan untuk menjadi pekerja lepas, saya merasa perlu sekali menambah pengetahuan dan skill dalam literasi keuangan. Apalagi. dalam situasi pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya. Saya dan suami sepakat untuk semakin giat belajar mengatur strategi keuangan rumah tangga dengan lebih lugas, cerdas dan praktis. Tentu saja sambil tetap wawas dan siaga, bersiap dalam segala kemungkinan agar pengelolaan keuangan keluarga tetap berjalan dengan baik.

Selama #dirumahaja , kami rajin ikut webinar tentang pemanfaatan dunia digital, cari cara untuk meningkatkan produktivitas, serta membaca berbagai tulisan dan artikel seputar manajemen Cash Flow Rumah Tangga. Kami terkesima pada pola asuh keluarga yang sederhana namun penuh nilai ala Prita Ghozie dalam artikel Wawancara Sosok Prita Ghozie di laman The Asian Parent Indonesia.

Setelah membaca artikel tersebut, kami yang tergolong orang tua baru ini merasa seperti mendapatkan pencerahan. Belajar tentang pentingnya menumbuhkan nilai-nilai yang baik dalam membersamai tumbuh kembang anak. Beliau berbagi tentang values Jepang yang juga berperan penting dalam komunikasi keluarganya. Hal ini senada dengan kebutuhan kami yang ingin berproses, mengupgrade diri dan bermanfaat untuk sekitar.

Dalam beberapa kesempatan di IG Live, webinar serta podcastnya, kami belajar tentang pentingnya literasi keuangan sejak dini. Apalagi dalam sejarah keluarga tidak ada yang berlatarbelakang paham bidang ini. Jadi mau tidak mau kami harus berkomitmen dan konsisten untuk belajar. Tentu saja manfaatnya tidak hanya akan terasa untuk saya dan suami sebagai individu, tetapi juga kami sebagai tim dalam keluarga juga untuk anak kami yang hendak kami kenalkan pada literasi keuangan mulai dari lingkup keluarga. Terlebih pada masa pandemi ini. Dalam situasi yang tidak menentu, kami ingin menata pelan-pelan, membuka mata, agar menjadi manusia yang melek duit ~bukan mata duitan :p

Poin penting yang menjadi reminder adalah ajakan dari Prita Ghozie sebagai seorang perempuan, ibu dan CEO & Principal Consultant @zapfinance adalah untuk selalu bijak dalam membedakan kebutuhan dan keinginan. Terlebih dalam situasi saat ini, penyesuaian keuangan keluarga harus dilakukan dengan komprehensif dan signifikan.

Pada dasarnya mengelola cash flow rumah tangga adalah suatu kegiatan rutin yang setiap bulan harus dilakukan dan dipenuhi. Saat pandemi seperti ini, yang pertama dapat dilakukan adalah melakukan evaluasi keuangan guna mengetahui dampak pandemi terhadap besarnya pemasukan dalam keuangan rumah tangga masing-masing. Setelahnya baru kita tahu, apakah dana yang ada masih mencukupi atau perlu sumber pendapatan baru. Singkat kata, Evaluasi ini penting agar kita bisa atur strategi untuk selanjutnya melakukan aksi dan beradaptasi. Kunci utamanya adalah: melakukan evaluasi pemasukan, lalu dilanjutkan dengan mengatur pengeluaran.

Hidup sudah rumit, mari sederhanakan urusan keuangan kita menjadi tiga pos utama.

Prita Ghozie, 2020

Ibu Prita menyebutnya sebagai Pos Living, Saving dan Playing, jika memungkinkan bagilah ketiga pos tersebut dalam tiga rekening yang berbeda.

• Living: adalah pos keuangan yang dipakai untuk biaya hidup rutin wajib seperti sandang, pangan, papan. Kalau saya terjemahkan dalam keseharian saya: sandang adalah pakaian standard APD jika butuh ke luar rumah; pangan adalah uang makan yang tak hanya berbentuk segala sesuatu yang masuk ke perut tetapi termasuk juga di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti biaya persembahyangan sederhana di rumah; selanjutnya papan yang melingkupi biaya kebutuhan untuk pemeliharaan rumah rutin seperti listrik, fasilitas kebersihan dan kesehatan terkait sanitasi lingkungan. Karena saya mostly di rumah aja, sudah barang tentu menciptakan suasana nyaman dan aman selama di rumah adalah hal yang utama. Biasanya besaran dana dari pengeluaran ini adalah 50% dari pendapatan. Untuk menyesuaikan keadaan, maka rekening untuk pos ini bentuknya berupa dompet digital untuk mempermudah transfer belanja kebutuhan sehari-hari.

• Saving: Jika sebelum pandemi kondisi keuangan masih stabil, maka saving menjadi hal yang harus dilakukan. Namun senada dengan pemaparan Ibu Prita, saya pun mengalokasikan uang simpanan ini dari pos pendapatan baru yang sewaktu-waktu saya dapatkan saat bekerja secara online. Walau tidak banyak, tapi dengan menyisihkan uang di pos ini memberikan efek rasa nyaman secara personal.

• Playing: Saya merasa sedih meratapi perubahan pos ini di masa pandemi. Jatah rekreasi dan vakansi tak lagi masuk alokasi. Eitsss…bukan berarti selama pandemi kami tidak bersenang-senang, namun pengeluarannya ternyata lebih mudah untuk diawasi. Biaya playing saya gunakan untuk playdate online, dukung usaha dagang teman dengan jajan di tetangga atau belanja di teman, beli masker lucu yang tak hanya mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga kami namun juga bermanfaat memutar roda perekonomian. Untuk besarannya diperkirakan sebesar 20%. Saya saling mengingatkan dengan suami, jika merasa pos playing hendak berboros-boros maka kami harus kembali ke Pasal 1: BUTUH BUKAN INGIN.

Nah, jangan lupa juga untuk peduli dengan Dana Darurat. Ini penting dan menjadi kunci bertahan dalam rumah tangga. Tapi kalau dana darurat tidak disuplai maka cashnya pun bisa akan habis juga, kan?
Maka dari itu… saat sekarang inilah bisa jadi momen yang pas untuk berkreativitas dan mengarahkannya menjadi karya dan produktivitas untuk membantu keuangan kita bertahan dengan lebih baik. Jika merasa dana simpanan sudah cukup terpenuhi maka alirkan dana pemasukan baru tersebut sebagai perputaran dana darurat.

Jika kedua strategi di atas bisa kita praktikkan di rumah dengan baik, maka diharapkan proses adaptasi keuangan di masa pandemi ini menjadi lebih cepat dan tidak memberatkan.

“…if cash is the King, cashflow is the Queen”.

Penting untuk kita memahami aliran keuangan rumah tangga untuk nantinya bijak dalam mengambil keputusan saat genting atau ketika side hustle kita memanggil. Jangan sedikit-sedikit ngutang dan terbukalah berkomunikasi dengan suami dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebagai seorang perempuan, kita harus memastikan agar diri kita tetap bisa berkreasi dan mengembangkan diri. Kesetaraan dalam rumah tangga adalah modal utama untuk kita menghargai individu-individu dalam berkarya. Ahhh… saya jadi ingat beberapa waktu lalu sempat live di Instagram tentang Lika-Liku Bapak Rumah Tangga pada Masa Pandemi. Banyak yang memberi respon dengan mendukung tapi ada juga yang masih memandang bahwa hal itu belum begitu wajar diimplementasikan di negara kita yang patrilineal ini. Ahhh…luangkan waktumu untuk baca artikel tentang Kisah Bapak Rumah Tangga dari Laman The AsianParents ini, semoga mata, hati dan pikiran jadi lebih terbuka.

Intinya, komitmen untuk sama-sama melek situasi keuangan harus dimulai dari keluarga sebagai lingkaran terdekat anak. Rajin membaca dari sumber yang kredibel seperti artikel dari theasianparent.com serta membuka ruang diskusi tentu akan jadi pelajaran bersama antara orang tua dan anak. Kita sedang sama-sama belajar. ANCORA IMPARO.

Salam #EfekRumahTangga!
Kadek Doi dan #KeluargaChamara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *