“Aku selalu menganggap, pergi ke bioskop adalah sebuah kemewahan. Sebuah momen sakral saat aku bisa bersandar di bahu kesayangan sambil ngunyah popcorn caramel, atau sekadar bertukar cerita sambil menunggu waktu pemutaran tiba”

Kalau di Indonesia, menonton film ke bioskop adalah hal yang menyenangkan buatku. Mulai dari sebelum film diputar hingga berakhir, aku selalu excited. Sebelum berangkat untuk studi, aku sempat ajak orang tua nonton ke bioskop. Waktu itu nonton Habibie Ainun. Ibu dan bapak tampak puas sekali. Mungkin teringat kembali kenangan jaman dulu nonton di bioskop Seririt yang kini gedungnya sudah berubah fungsi. Ohya jadi ingat, apa benar saat aku lahir bapak malah lagi nonton film India di bioskop? Aduh, nanti kalau ketemu akan aku coba tanya lagi. Kalau memang benar demikian, harusnya aku kesal ya sama bioskop. Eh tapi kok mesti kesal? hahaha, ga jelas!
Sebagai anak muda yang *lumayan* menggandrungi dunia perfilman, saat berkuliah di Denpasar atau berkunjung ke ibu kota selalu aku rayakan dengan mampir ke bioskop. Pernah sama teman sekelas nonton Laskar Pelangi di Mall Bali Galeria, bioskop termewah kala itu. Biar ga sia-sia karena menembus bukit yang panas akhirnya tetap memutuskan untuk nonton walau barisan terdepan paling pojok pula. Alhasil setelah film selesai kami mengeluh sakit leher semua. Cerita seru lainnya saat mau nonton premier Eat, Pray and Love. Mana ngantrinya mengular sampai kaki kesemutan, eh giliran tiket sudah ditangan malah gagal nonton. Waktu itu terpaksa ngemper di lorong rumah sakit, ada yang liputan kasus penusukan. Kesal. Tapi ya aku ga bakal kapok kalau nonton film. Apalagi sekarang dapat kesempatan nonton film di bioskop di Amerika. Tentunya banyak pengalaman seru dan berbeda yang aku rasakan. Apa saja itu? hahaha, inilah dia nya versi kadekdoispot LOL!
- 1. Sistem Ticketing
Hal lain yang menarik ketika menonton bioskop di Indonesia adalah dari sistem pemesanan tiket. Aku pernah punya pengalaman ‘luar biasa’ ketika hendak beli tiket secara manual, film yang baru rilis dan digadang-gadangkan akan booming. Jadi pernah, waktu itu entahlah bulan apa, lagi hits film 2012. Begitu tahu bahwa film ini diputar di salah satu bioskop dekat patung Dewa Ruci, aku langsung saja datang dan berharap bisa menonton hari itu juga. Tapi alamak buju buneng astaganaga, antreannya mengular hingga pintu keluar dan hampir masuk ke gedung lainnya. Beredar kabar sampai ada pengantre yang terlibat adu mulut bahkan ada yang pingsan karena kelelahan. Antrean panjang tak berubah hingga seminggu kemudian, akupun menunggu hingga film ini basi dan baru menontonnya sehari sebelum turun layar. Sudah jelaslah ini tidak seru! spoiler beredar dimana-mana dan greget sudah luntur karena terlalu lama menanti *tjieh tjurhat*.
Aku selalu heran, kenapa di Bali yang terkenal sebagai daerah pariwisata INTERNASIONAL, cuma punya DUA bioskop ya~eh sekarang TIGA dink!*.
Di Amerika, selama lima bulan ini aku tidak begitu kesulitan jika ingin menonton film. Kebetulan di area tempat tinggalku ada banyak pilihan tempat. Montclair memang terkenal sebagai salah satu tempat bersejarah seputar dunia perfilman. Kerap kali ada festival film di salah satu bioskop tua dekat rumah. Ada banyak aktor kawakan yang turut hadir, pernah juga Richard Gere mampir ~tapi aku ga sempat melipir karena jadwal kuliah yang full. *hiks*
Aku sebenarnya tidak begitu paham apa saja perusahaan yang ada (setahuku di Indonesia ada XXI dan 21, CMIIW) tapi menurut pengamatanku setidaknya ada dua bioskop (AMC dan Bow Tie) yang cukup banyak ku temukan di sekitar sini. Selain lebih banyak lokasi pilihan menonton, layanan beli tiket online juga sangat membantu. Tapi jangan senang dulu Pulgoso, HARGANYA JELAS LEBIH MAHAL. Pembelian tiket secara online atau datang langsung ke bioskopnya juga tidak terlalu ramai antreannya. Jika nonton sendiri, aku lebih memilih nonton siang hari saat weekdays. Ada mesin check in yang bisa kita operasikan sendiri saat pilih jam dan film yang mau ditonton. Kalau beli makanan ya ada bar khususnya. Tapi yang namanya kantong mahasiswa, mau online atau langsung ya tetap aja harganya mahal ~ buatku~ yang suka merupiahkan setiap dollarnya. LOL. Ya itu yang jadi alasan utama ga bisa sering-sering nonton ke bioskop. HAHAHA jadi aku langganan Amazon Prime saja lebih murah dan bisa nonton di mana saja kapan saja. Tapi tetap, kalau rindu romantika studio dengan segala pencahayaannya, aku puasa ngopi dulu demi beli tiket bioskop. Apalagi kalau nonton di bioskop sekitar broadway, NYC, aku mesti hemat mengais dari jatah makan seharian.
- 2. Jadi yang Pertama
Amerika selalu *menempatkan diri* menjadi yang pertama dalam hal apapun, termasuk dalam penayangan film yang digadang-gadangkan akan sukses di pasaran atau dapat banyak penghargaan. Kadang suka menikmati juga sih bikin sirik teman-teman yang suka menggerutu menunggu penayangan film yang terlalu lama di tanah air *nyengir*. Kalau ingat dulu, aku selalu iri dengan teman-teman di Jakarta. Mereka selalu bisa nonton movie 3D dan beberapa film keren yang tidak tayang di Bali. SANG PENARI misalnya. *masih saja belum terima, kalau aku ga bisa nonton film keren ini di Bali* #NyebakGoarGoar Oiya, di sini tidak semua bioskop memutar film yang baru rilis secara serentak. Untuk alasan ini biasanya aku pergi ke NYC buat nonton sama teman-teman. Beberapa bioskop kecil di New Jersey juga ada yang fokus untuk putar film-film independent. Jadi mesti cari di aplikasi juga untuk tahu jadwal filmnya dimana saja. Kadang tiap state juga beda-beda. Mungkin aku hanya beruntung saja tinggal di daerah yang aksesnya dekat dengan ‘Gotham City’.
- 3. Bisa Duduk Bebas
Waktu itu aku nonton di bioskop dekat kampus Yale, New Haven-Connecticut. Bersama dua orang teman Indonesia yang aku samarkan namanya menjadi Uswa dan Anisa. HAHAHA Ini memang pengalaman pertama mereka menonton film di bioskop Amerika, tapi ini pengalaman keduaku. Pertama kali aku menonton film Dumb and Dumber dan This is Where I Leave You di New York City *kegirangan lalu movie marathon sendirian*. Tapi ya yang namanya orang udik tetap saja bertingkah konyol walau bukan nonton perdana. Jadi ceritanya waktu itu kami bertiga nonton Interstellar, pas masuk filmnya sudah mulai diputar. Kontan saja kami panik, karena ga enak mesti kulo nuwun sama penonton lainnya yang sudah menikmati posisi wenak di tempat duduknya masing-masing. Kami bertiga masuk teater dengan napas ngos-ngosan. Anisa dan Uswa kelihatan sibuk membolak-balik tiket mereka, aku pun menghampiri. Memencet ponselku untuk jadi senter darurat. Kami sibuk mencari NOMOR KURSI.
Alamak! aku baru sadar setelah menemani kepanikan mereka selama beberapa detik. Ngapain juga ikut heboh?
“Guys! setahuku di sini bebas mau duduk di kursi manapun. Sampai film kelarpun kita ga bakal nemu nomor kursi.”
Kami saling pandang lalu memilih menahan tawa hingga film usai. Setelah itu kami terkencing-kencing menertawai keluguan diri sendiri. Pesan moralnya adalah tertawailah dirimu sendiri sebelum ditertawakan orang lain.
NB: (Tapi ya di beberapa bioskop ada yang mencantumkan nomor kursi juga, TERNYATA). *kibas poni*
- 4. Lebih Selektif
Seperti kataku di awal tadi, “Jangan pernah mengkonversi apapun menjadi rupiah!”, begitu kata kakak kelasku saat dulu aku mengeluh ini mahal itu mahal. Untuk sekali nonton, harga tiket di sini bervariasi mulai dari $7 hingga $12,5. Kalau lebih mahal mungkin ada, tapi kisaranku hanya sedemikian saja. Harga yang cukup mahal membuatku pilih-pilih film apa saja yang akan aku tonton di bioskop. Sisanya aku bisa tonton di rumah lewat situs gratisan atau berbayar serta bisa juga gabung di acara nonton bareng kampus/komunitas. Tapi ya, kalau dipikir aku masih doyanlah nonton film di Indonesia. Soalnya lumayan juga kalau bisa pakai strategi tukar poin operator selular atau kupon nonton dari toko buku. Kan gratisan Bro! *kedip-kedip*
- 5. LSF, Who?
Nah kalau ini sudah jelas! LSF tidak mengambil peran dalam penyensoran film di US! (yaiyalah…dedek-dedek celana gemez juga tahu keleus!) Kadang kesel juga sih, film yang didamba-damba ternyata tidak tayang di negeri tersayang. Ga lolos ini lah, Ga sesuai itulah. Ya…namanya juga menyesuaikan dengan nilai luhur bangsa. *melengos
Tapi memang lebih baik tidak tayang sekalian deh ya, daripada dipotong di bagian tertentu sehingga bikin alurnya tambah ngalor ngidul. Aku ga bisa bayangin kalau misalnya tetap dipaksa untuk tayang, film Cake (ini tayang ga sih di Indonesia?) disensor oleh LSF, bisa jadi si Jennifer Aniston tidak berbicara sepatah katapun karena terlalu banyak ‘dirty words’. Atau film yang aku tonton beberapa hari yang lalu *uhuk* Dakota Johnson hanya muncul di awal dan kemudian film langsung menuju credit title *merayap di dada Jamie Dornan*.
Brabe juga kan ya Barbie?
Aku belum tahu banyak tentang lembaga sensor film di sini, tapi kata temanku ada lembaga sensor yang bernama Production Code Administration (PCA) tidak begitu berfungsi juga karena negara ini ~katanya~ menganut kebebasan berkespresi. Jadi ya gitu deh, kendali dan konsekuensi dari film yang ditonton adalah murni tanggung jawab si penonton atau orang tua si anak. Makanya selain pengawasan pemerintah ada juga komunitas atau kelompok tertentu yang suka protes kalau ada konten yang tidak sesuai dengan masyarakat tertentu. Gitu sih kata temanku.
Melalui Motion Picture Association of America ada juga sistem rating/katagori film untuk membantu orang tua atau penonton memilih film yang sesuai dengan usia. Sekarang Self censorship dari penulis naskah dan produser menjadi sebuah tolok ukur kesuksesan film di pasaran. Mereka akan bekerja dengan teliti agar filmnya bisa ‘aman’ dan sukses di pasaran, demi profit dan balik modal. Namanya juga industri, jelas tidak akan ada yang mau rugi.
Jadi:
Nonton film di bioskop menjadi kegiatan yang menyenangkan untukku kalau lagi bosan, karena tidak ada perbedaan harga di hari biasa atau akhir pekan (hiks sayangnya ga ada popcorn caramel dan bahumu di sini). *keplak! move on!*
Hal positif lain yang bisa aku petik adalah kegiatan ini bisa melatih kemampuan bahasa Inggrisku karena di sini menonton film ya…mau tidak mau harus berbahasa Inggris tanpa subtitle Bahasa Indonesia (yaiyalah krik!).
Jadi, kapan kita nonton lagi?
Satu lagi kelebihan bioskop di US, bisa nonton sepuasnya sampai bioskopnya tutup. Di bioskop US, tiket hanya cek di pintu utama. Selama gak keluar pintu utama, silahkan lah nyolonong ke theater (istilah 21) mana saja yang lo mau samapai mata merah nontonnya. hehehe
gue sendiri sih, belum pernah coba..tapi beberapa teman sudah menyarankan hal yang sama. beli pagi-pagi atau costco biar dapat 8 dollar. abis itu puasin tuh mata, sampai lemas. hehehe
sekian dan minta duit.
That’s great point.
Aku malah baru tahu bisa pindah-pindah theater. Tapi memang iya sih, beberapa kali nonton tiketnya ga pernah diperiksa. Temanku pernah telat datang dan tiketnya ada di aku yang sudah masuk duluan, katanya ga ditanyain tiket. Asal muka lempeng aja, kayaknya aman ya mondar-mandir ‘mencicipi’ setiap theater.
Wah, siap untuk movie marathon nih! *mata berbinar*
ini paling kalian pekerja ilegal ya kalau bisa kul di luar tolong jangan maluin bangsa indonesia.dan karena ini perfileman indonesia tidak bisa maju. tidak bisa menghargai karya dan berharga nya waktu.
jangan memalukan bangsa ,itu lah negara maju tanpa membuat sistem tapi kesadaran masyarakatnya yang maju tau menghargai karya bangsa dan pentingnya sebuah waktu.kalau bangsan ini di penuhi seperti kalian negara manapun hancur dan korupsi.yang ada.
Halo Kak Daniel,
Terima kasih sudah mampir di rumah baru saya.
Wah, mari kita duduk santai dulu Kak. *sodorin pisang rebus dan teh tawar hangat*
Saya belum sempat movie marathon nih, malah belum sempat nonton ke bioskop lagi karena ternyata ada gratisan di kampus hehe.
Setelah ngobrol sama teman katanya memang bisa pindah theater tetapi risikonya tidak bisa nonton film secara utuh. Wah bagi saya itu malah rugi besar ya kan Kak? *kepal tangan*
Siap Kak,
Yuk jangan memalukan bangsa! Kalau saya sih sudah janji tidak akan beli karya Bajakan!
ngapain malu bos, kalau gak tau trik ini anda bukan warga new york dan sekitarnya. itungannya turis yang kagetan. prinsip disini silahkan berkreasi asal tidak keluar batasan yang sudah ditentukan. xixixixi
sekian dan terima kasih
Cerita lebih banyak donk tentang kehidupan di amerikaditunggu yaa
Halo Bli Made Kris, makasi sudah mampir. Semoga bisa teteg bayun tiange curhat driki nggih.. *sambehin segehan*
“Sebuah momen sakral saat aku bisa bersandar di bahu kesayangan sambil ngunyah popcorn caramel……” Leadnya aja udah pengen nyekek kamu doi, bahu? Aq biasanya nonton SENDIRIANNNN 🙁
Dear Putra Adnyana,
kamu bisa bersandar di bahu jalan. *lambae lambae*
Bisa pindah-pindah teather? Dymn! Enak kaleee!
Aku akan mencobanya akhir pekan ini.
Nanti aku share deh gimana enaknya Om!. Nanti Om share tentang enak yang lain yaaaaa *kedip-kedip*
kayaknya sudah ada yg komen ya.. Ya itu, beli karcis 1 nonton 3-4 film kalo sanggup. Modalnya download app Flixster aja biar bisa ngepasin jamnya.. 🙂
Perlu lapor ama petugasnya dulu atau main ngeloyor ke ruang sebelah Mas? mohon petunjuk dan arahan dari senior. *hehe*
Uwoooo….. asyiknya doi! Emang boleh foto – foto dalam bioskop ya? Bisa duduk bebas ?? 🙁
Di sini mah kalau mau ngelakuin apa aja boleh Gus, asal ga ganggu orang lain.
Ya di beberapa bioskop bebas milih tempat duduk dan di sini aku rasa moviegoersnya suka duduk di barisan tengah ke depan. hahaha jadi aku bahagia duduk agak jauh dari layar walau datangnya belakangan 🙂
Enaknya di US tuh didepan pintu bioskop ga ada penjaganya. Jadi kalu kerasa film yg kita nonton udah mau selesai, or let say pilmnya boring banget bisa pindah kamar sebelah yang mungkin filmnya lebih seru :p. 2 bulan lalu aku diajak teman-teman campus nonton “The Hobbit”. Trus kok sepi bgt di ruangan itu let say “theater1=cuman isi 8 orang”. Filmnya sih ga boring, tapi suasannya bikin boring. Maka, iseng2 lah aku keluar, nyari camilan critanya. Habis itu aku balik ruangan bioskop. Karena smua kamar bioskop itu terbuka aja. Jadi aku nyelonong di ruangan yang sekira aku “theater 1”. Sesampai di dalam, aku clingak-clinguk rombongan teman2, waduh dimana yah tadi aku duduk, pikirku. Sambil nyari2 hp buat nyenter. Aku terpaku dengan seru di ruangan itu. Sempat terbawa arus sama penonton yang, wow wow… Penontonnya exciting banget. Aku pun trus terpaku ngeliat tayangan action dilayar. Pikirku, “penonton2 ini datangnya terlambat, harusnya mereka nonton dari awal tayang The Hobbit”. Sambil tetap clingak-clinguk, posisi aku msh berdiri di lorong dan menatap layar. Dalam hatiku lagi, “ini aktornya kok laen, lah kalo tadi iklan, ini kok lama banget, mana the hobbitnya??” DIEENGG!! Tiba-tiba aku baru nyadar kalu aku tu berada di ruangan yang lain, hehe… Tapi sepertinya diruangan itu film yang ditayang lebih baru dan lebih baru. Makanya penuh rame orang. Weleh,weleh…Sambil garuk2 kepala aku keluar, heheh…. Pikirku, “boleh juga nonton yang film tadi”… :p. Dasar!. Eh, Doi, iya loh kalu mau nakal, aku duduk aja di situ liat film baru itu. Bisa jadi “kutu loncat” hehe… Mayan kalo trailer2 kan cuman sekian detik. Ini kan bisa nonton hampir 80% kan M_A_Y_A_N… Lol… Jangan ditiru!!
hahaha *ngakak jumpalitan*
Itu sengaja banget ya mbaknya salah masuk ruangan 🙂
Tapi lumayan ya bisa nonton film yang lainnya.
Nanti aku pura-pura tersesat dan tak tahu arah jalan pulang juga ahh……#TerbutiranDebu
Hahah, kalo ketangkep di bawa nyanyi “TerbutiranDebu” cucox Jeng!! Lol
Kalau jurus andal selama di sini sih ‘Oh I am sorry, I don’t know about that’ dan kemudian ngeloyor pergi. 😉
Hai Mbak Kadek,
Perkenalkan saya Rio, kebetulan beberapa klien kami tertarik menggunakan jasa buzzer dan blogger belakangan ini. Untuk itu, saya bermaksud menanyakan beberapa ratecard dari para buzzer dan blogger untuk kami sampaikan ke klien. Kalau boleh, ratecard milik Mba Kadek berapa ya?.atau nomor yang dapat dihubungi? terima kasih
Halo Mas silakan kontak sekretaris saya ya.
Salam ^^
Wah enak dong kalau gk ad sensorx nontonnnya pasti puas banget hehehe pengen deh skali2 coba nonton di amerika
Enak dong gak ada lsf bisa puas nontonnya hehehe