Pilihan yang tersedia saat ini adalah collabs atau collapse? (dr. Yuli, ketua PPPKMI Bali)
Ada rasa optimis dan haru yang saya rasakan ketika menjadi bagian dari kegiatan webinar kolaborasi ini. Optimis pandemi ini akan dapat kita lalui bersama asal tidak lengah dan lengeh, haru ketika tahu seluruh elemen di akar rumput bergerak dengan cara yang mungkin berbeda namun tujuannya sama. Kembali melanjutkan hidup dengan sehat bersama keluarga dan masyarakat.
Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat (PPPKMI Pengda Bali), Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika Indonesia (ALPHA-I), dan Media Jurnalisme Warga (BaleBengong.id) bekerja sama mengadakan webinar kolaborasi yang diikuti oleh profesi yang bervariasi. Ada staf medis dan pegawai di institusi kesehatan, mahasiswa dan tenaga profesional dalam bidang komunikasi dan kesehatan, serta dari unsur masyarakat umum.
- Kolaborasi Adopsi Perilaku Bersih dan Sehat
Ibu Dinar Lubis, Dosen dan Promotor Kesehatan Masyarakat, mengawali sesi ini dengan penyampaian yang sederhana terkait konsep komunikasi kesehatan. Kerangka berpikir inilah yang akan menjadi bahan edukasi kita agar masyarakat mau mengadopsi perilaku pencegahan yang dapat menghindari penularan dan penyebarluasan COVID-19 di lingkungan sekitar. Tiga pesan utama yang disampaikan adalah jaga jarak, pakai masker dan rajin cuci tangan pakai sabun. Pada kesempatan ini, Ibu Dinar memaparkan teori yang sering digunakan dalam ilmu perubahan perilaku, Teori Lawrence-Green. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu pemicu (predisposing), pendukung (enabling) dan penguat (reinforcing).
Dalam konteks sekarang ini faktor pemicu atau disebut juga pemudah (predisposisi) dapat diterjemahkan sebagai pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan dalam menerima situasi pandemi ini. Jika dilihat dari sudut menumbuhkan perilaku bersih dan sehat, beberapa cara yang bisa dilakukan adalah melalui penyampaian pesan kesehatan, membangun kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan serta edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berperilaku yang bersih dan sehat. Tentang bagaimana caranya? Beliau menyebutkan edutainment (edukasi dan entertainment) bisa jadi cara yang mudah dan menyenangkan. Jika kita amati di media sosial ada banyak sekali lagu-lagu yang dimodifikasi menjadi lagu pengiring cuci tangan yang benar. Kebiasaan cuci tangan yang mungkin sebelumnya dianggap kebiasaan yang biasa saja, di masa pandemi ini harus dilakukan dengan baik dan benar.
Faktor kedua yaitu, faktor pendukung (enabling) segala usaha atau prasarana yang memungkinkan seseorang atau masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan ataupun melaksanakan perubahan perilaku. Dalam masa pandemi ini, bisa kita lihat dari adanya pengaturan jarak di fasilitas umum, penggunaan masker dan penyediaan tempat cuci tangan dan sabun. Setiap rumah diharapkan mulai menerapkan hal-hal ini agar anggota keluarga bisa segera mengadopsi perilaku yang sesuai dengan protokol kesehatan. Saya sendiri mengamati dari media sosial saat teman-teman melaksanakan upacara pawiwahan. Undangan fisik dibatasi, semua dikirimkan secara virtual melalui sosmed/surel. Keran air dengan interior Bali diletakkan di depan pintu masuk, ketika tamu datang, para penyambut tamu meletakan tangan di dada tanpa salaman/cipika-cipiki. Beberapa menjadikan masker sebagai souvenir hari bahagianya bahkan sistem kado pun dialihkan menjadi uang elektronik atau transfer ke rekening mempelai. Sungguh sebenarnya lingkungan dan kearifan lokal kita yang luwes dan fleksibel sudah menyediakan ruang dan suasana agar masyarakat mampu berperilaku bersih dan sehat menghadapi COVID-19. Walau masih terbatas pada lingkungan sekitar dan masih dikondisikan dengan terpaksa.
Faktor ketiga adalah penguat (reinforcing). Adanya komando dan protokol tetap membuat efek perubahan terjadi secara tidak sukarela dan penuh keterpaksaan. Terlebih lagi dampak perubahan tersebut cenderung tidak akan bertahan lama, padahal tak satupun di dunia ini yang berani memberikan tanggal pasti kapan wabah ini akan berhenti. Segala macam sanksi, penalti, denda hingga hukuman penertiban/penjara tetap dilaksanakan dengan harapan mampu mempercepat proses adopsi perilaku dengan serentak dan cepat. Walau beliau menyebutkan bahwa reward dan punishment, hadiah dan hukuman, memang kurang pas dilakukan di negara kita yang (katanya) demokratis ini.
- Mindfulness Dalam Rumah Tangga
Ketika merumuskan kegiatan ini, seluruh perwakilan organisasi sepakat bahwa kesehatan mental keluarga menjadi pilar penting dalam kesehatan masyarakat menghadapi ketidakjelasan masa genting ini. Tantangan yang dihadapi sekarang tidak hanya upaya memutus penyebaran SARS-CoV-2 namun hambatan lain yang juga dihadapi masyarakat adalah adanya infodemik seputar COVID-19. “Tsunami informasi” yang minim validasi dapat mengganggu usaha pencarian solusi dan mengganggu stabilitas mental masyarakat. Dalam siaran persnya, Komnas Perempuan, menyebutkan adanya peningkatan KDRT yang didominasi oleh kekerasan psikologis dan ekonomi selama masa pandemi. Pembicara kedua dalam webinar ini, Frans Judea Samosir dari divisi kesehatan Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika Indonesia (ALPHA-I) mengajak seluruh peserta untuk berlatih mindfulness, sadar penuh akan kehadiran diri di masa sekarang. Sebuah penerimaan diri disertai dengan kesadaran (awareness) dan perhatian (attention). Beberapa praktik mindfulness yang bisa diterapkan di rumah antara lain: menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi diri sendiri dan atau anggota keluarga lainnya, mengenali dan mengelola emosi, mengontrol hubungan relasi agar positif, serta compassion-menyayangi diri sendiri dan keluarga lainnya.
Bang Judea selalu menekankan bahwa menjadi self-compassionate bukan berarti seseorang yang harus menjadi selfish atau self-centered.
Ketika kita mampu berkomunikasi dengan diri sendiri lalu mendefinisikan emosi dalam diri maka kita akan merasa lebih terbuka dan tahu bagaimana harus mengalirkan emosi tersebut. Seperti menampung air dalam galon, perlu usaha dari dalam diri agar bisa memastikan bahwa air yang mengalir tetap jernih, apa yang mungkin bisa menyebabkan air menjadi kotor dan berbau, kemana dan bagaimana mengalirkannya agar tidak meluap-luap karena penuh atau sampai membanjiri sekitarnya. Jawabannya adalah ‘Kontrol Pikiran’, kesediaan untuk menerima diri, dengan segala kekurangan dan kelebihan agar bisa diubah menjadi lebih baik. Kekuatan pikiran untuk memotivasi dan menguatkan diri senantiasa sehat dan bahagia, kuat dan produktif. Dengan hadir dan menerima diri sendiri, tiap individu dalam keluarga diharapkan mampu merangkul satu-sama lain. Pun dalam perubahan perilaku di masa pandemi ini, jika ada anggota keluarga yang memiliki intensi menyebarkan ribuan informasi tanpa validasi, hendaknya anggota keluarga yang memiliki pengetahuan lebih mampu mengajaknya berdiskusi. Jangan dibiarkan hingga memunculkan efek misleading atau menambah panjang daftar hoax, ajaklah berkomunikasi tanpa perlu menggurui dan menghakimi. Ajak kembali bersatu dalam rasa, sebagai keluarga.
- Lalu Warga Bisa Apa?
Om Saylow dari BaleBengong.id sempat memutarkan video pemenang Anugerah Jurnalisme Warga (AJW2020) yang diselenggarakan bulan Mei lalu oleh media jurnalisme warga BaleBengong. Ada tiga kategori yaitu artikel, video dan ilustrasi yang diberi apresiasi atas urun dayanya mengirimkan dokumentasi warga menyikapi pandemi. Cerita selengkapnya bisa dibaca pada tautan berikut ini. Pesan yang saya ingat dari penyampaian beliau adalah jadilah penunggu yang ‘selow’ jangan terburu-buru pencet tombol share, cek dulu sumber informasinya pastikan valid dan kredibel berbasiskan data dan fakta.